Sudden thought

Dreaming is limitless. All you have to get is the courage to make it happen.

28.6.15

Lupa Kewajiban

Dalam sebuah kelompok, akan ditemukan berbagai jenis kepribadian yang sangat unik pada setiap individunya. Tidak akan ada individu yang sama persis. Namun, tetap ada kesamaan-kesamaan dari individu-indvidu tersebut.

Selama 1 semester ini, di kelas MPKT-A, selain dari materi yang diberikan, saya juga belajar banyak dari kelas itu sendiri, tepatnya belajar mengenai bersosialisasi dan individu, terutama mengenai diri saya sendiri dengan orang lain. Dalam kelas tersebut, saya menemukan banyak macam tipe kepribadian yang secara langsung dapat saya saksikan dan saya rasakan. Walaupun berbeda-beda, tentu ada kesamaan yang dimiliki.

Salah satu kesamaan yang tiap mahasiswa di kelas ini miliki adalah mata kuliah ini berbobot sks yang tinggi, dan yang utama dibutuhkan dalam kelas ini adalah "menjadi aktif". Kesamaan tersebut direspon secara berbeda oleh setiap individu. Respon tersebut tentu dipengaruhi oleh tipe kepribadian dan cara berpikir individu. Namun, dari yang dapat yang saya ambil, mayoritas individu akan berpikir untuk berusaha menjadi aktif demi kredit yang besar itu.

Walaupun sama-sama memiliki pemikiran seperti itu, ternyata tidak semuanya melakukan hal yang sama, yaitu menjadi aktif. Mengapa? Padahal simpel, cukup berperan aktif dalam kelas. Tapi mengapa tidak semuanya mampu melakukan hal itu?

Ibu Desiree, dosen kelas tersebut, pernah mengatakan bahwa di setiap kelas pada umumnya, terdapat orang-orang yang aktif dan berbobot, aktif dan kurang berbobot, pasif dan berbobot, pasif dan kurang berbobot. Saya sendiri menyaksikan keberadaan kelompok-kelompok tersebut, sambil menyocokan diri saya masuk ke tipe yang mana.

Menurut saya, saya termasuk dalam kelompok orang yang tidak berperan aktif dalam kelas. Padahal saya menyadari bahwa berperan aktif bukan hal yang sulit, dan saya rasa saya memiliki kemampuan berpikir kritis yang cukup. Dan suatu hari, Ibu Desiree mengatakan bahwa orang Indonesia kebanyakan tidak mau menunjuk diri menjadi pemimpin karena merasa tidak enak kalau dilihat orang lain, sedangkan yang mau menunjuk diri kebanyakan tidak berbobot. Kurang lebih seperti itu yang Ibu Desiree katakan. Saya kemudian menghubungkan kalimat itu dengan keadaan saya. Saya tahu bahwa pendapat saya tidak buruk, namun saya, dengan kebiasaan orang Indonesia terutama orang Jawa, lebih memilih mendahulukan orang lain dan menjauh dari "spotlight". Saya lebih memilih berperan aktif dalam kelompok, karena menurut saya memang saya dibutuhkan di sana sebagai anggota, dan saya tidak akan berada di "spotlight", saya tidak akan terlihat seperti mencari perhatian dosen.

Bicara mengenai "mencari perhatian dosen", tentu semua mahasiswa di kelas tersebut ingin mendapat nilai yang baik dan ingin dipandang baik oleh dosen. Sebuah pemikiran yang seharusnya wajar. Pemikiran tersebut menimbulkan rasa ingin berperan aktif dalam kelas. Terbukti banyak yang berhasil "menjadi aktif". Namun, dari pandangan saya, tidak semua berhasil menjadi "berbobot". Saya banyak melihat teman saya yang aktif berbicara dan yang ia bicarakan sangat berbobot, membuka pandangan baru, dan sangat kritis, namun tidak jarang yang berbicara hanya mengulang pembicaraan orang lain dan berputar-putar. Saya sendiri suka merasa kesal apabila ada orang yang vokal namun pembicaraannya kebanyakan tidak penting dalam kelompok saya. Kadang akhirnya saya angkat bicara, namun tidak jarang saya hanya diam dan membiarkan dia berceloteh.

Dari situ, saya tenggelam dalam pikiran saya sendiri mengenai tidak ingin menjadi aktif yang tidak berbobot dan ditambah dengan kebiasaan orang Indonesia khususnya Jawa, yaitu "tidak enakan", sehingga saya lupa peran saya sebagai mahasiswa dan kewajiban saya sebagai mahasiswa. Saya yakin bukan hanya saya yang memiliki pemikiran seperti itu, pemikiran tidak enakan, dan sebagainya. Namun pada akhirnya, sebagai individu yang baik, terutama sebagai mahasiswa, tidak ada kata "tidak enak", atau takut dianggap sombong. Tidak perlu memikirkan pemikiran orang lain, apalagi untuk sesuatu yang baik. Yang dibutuhkan bukan orang yang banyak bicara omong kosong, apalagi yang takut bicara sama sekali. Yang dibutuhkan adalah orang yang mampu berpikir kritis dan mengemukakan pendapat pada tempatnya, dan tahu apa kewajibannya tanpa melebih-lebihkan bobot yang dimilikinya.